Jumat, 14 Maret 2014

Nyai Deborah

Nyai Deborah...
Lemah, gugup, dan takut...
Itulah dirimu...
Menerawang langit sore yang redup
Sambil mengaca pada sebuah cermin di tangan...
Tangan tua lagi kusut...
Nyai Deborah...
Orang tua enerjik, lincah, dan pantang menyerah...
Melakukan semua demi anak-anak...
Menahan perih setia cerca...
Menambah luka terdalam...
Nyai Deborah...
Penyemangat dalam khayalan kita...
Pemberi mimpi-mimpi tinggi untuk kita...
Menyatukan setiap hati kita...
Menjadi hati yang satu padu...
Nyai Deborah...
Ratapan mu yang kini semakin pilu...
Rintihanmu yang semakin menyakitkan...
Menambahkan rongga-rongga di hati kami...
Tanpa mengenal apapun...
Kau terus menerobos setiap kekosongan dan kehampaan hatimu sendiri...
Melawan setiap keingininanmu...
Kau terus... Dan terus berjuang...
Meraih mimpi-mipmi kita...
Mimpi anak-anak bangsa...
Nyai Deborah....
Kau bagai terik matahari yang menyinari bumi...
Kau selalu memberi semangat, dorongan, dan langkah bagi kami...
Nyai Deborah...
Tetaplah disini...
Tetap berjuang melawan bengisnya keputusasaan...
Garangnya pisau nafsu...
Kau beri segalanya bagi kami
Hingga kami menjadi seperti ini...
Tak terkira kegembiraan kami pada kedatanganmu...
Dan tak terkira juga kesedihan kami pada keprgianmu...

Semarang, 29-02-2012





Menanti Sebuah Bintang

Ku tapaki semua jalan hidupku..
Namun tak ada sebuah titik harapan yang muncul di benak ini
Bahkan jawaban ini pun tak pernah ada yang mampu jawab
Ku termenung dalam kekosongan jiwa ini
Menelusuri setiap rengkuhan jiwaku yang mulai padam
Terlarut dalam sebuah anggapan yang semakin pudar
Memecah diri dalam sebuah bongkahan yang tak terbentuk lagi...
Kepastian itu t’lah sirna adanya
Tak pernah terlintas lagi dalam setiap senyuman itu
Ku tak pernah sadar akan semua yang terjadi
Mencari jalan yang tak pernah berujung
Semuanya ku kan tempunh dengan senyuman .
Meski terkadang sakit ini terasa begitu menyesakkan
Begitu memilukan
Tapi.....
Ku kan tetap setia menanti sbuah bintang..

Yang ‘kan menerangiku dalam gelapnya kehidupan ini

Semarang, 29-12-1014

Surat Sahabat


Secarik kertas tertulis kata indah darimu...
Suatu anggapan dan kepercayaan dirimu...
Kita berbagi dalam suka ataupun duka...
Banyak cerita yang kita tulis...
Tawa sedih t’lah kita goreskan dalam surat sahabat...
Masa-masa yang dulu kita daki, kini tinggalkan cerita setapak yang aku dengar...
Sesuatu yang kita ciptakan t’lah menjadi perhiasan debu...
Kini kau menghilang tanpa tanda..
Meninggalkan seorang sahabat yang dibalut hampa...
Tanpa kau, ku ta’kan bisa membuat cerita sahabat...
Ta’kan bisa menggores diatas kertas persahabatan...
Dan sulit untuk kehilangan seseorang dalam surat sahabat...

06-07-2011






Tanahku

Ku sambangi tanah itu
Tempat para leluhur tanah permata
Dinaungi ekuator yang elok permai
Mengeliat di panasnya siang dan merayap di dinginnya malam
Membawa ku pada indahnya nusantara
Pagi hari yang meranum tersinggahi tema indah perkampungan
Menjalar di pinggir jalan dan merayap akan budaya
Namun, sayang negeriku, sayang pulauku
Engkau semakin tua, tertatih sebagai pijakan kami
Dan semakin pasrah pada kami
Oh tanah negeriku, aku ingin kau ranum seperti dahulu kala
Kau beri hasil melimpah ruah dan cukupi hidup kami
Oh tanah pulauku, kau semakin hilang arah angin
Dan semakin larut pada ego kami
Oh tanah nusantaraku…
Sisakan perjuanganmu untuk anak cucu kami…


Mata Malaikat

Tengah malam ini, kuusap semua kasih yang ada
Yang t’lah membeku di keheningan malam
Dan mencair di tengah terik sudut siang
Diriku ada saat mereka tatap lalu hilang di ambang debu
Malaikat pun tertawa, tersedu sedan
Tergolek meliat saat berkecamuk
Tertunduk diri saat menghela
Semakin menjelas ronanya…
Saat lengah ku bangun
Menatap teriknya sinar pagi
Yang tak akan pernah mengusikku

Meski itu terlihat payah